Mensyukuri Luka

Tulisan ini aku dapatkan dari salah satu blog yag aku kunjungi. Tulisan ini menyadarkan arti pentingnya sebuah rasa "sakit" dan luka yang selama ini aku dapatkan. Berikut tulisan tersebut.
...
Setiap manusia aku rasa pernah mengalami luka. Luka hati. Semua karena manusia punya hati dan mengenal emosi aku rasa. Kalau ngga pernah sakit hati, perlu ditanyakan apakah dirinya bernafas dengan listrik atau baterai? Hehe..



Bekas luka memang tidak pernah hilang seperti kata orang, kayu yang dipaku tak mungkin kembali seperti sedia kala. Beberapa tahun yang lalu bisa dibilang tahap aku mulai mengenal 'luka'ku. Sakit hati yang ternyata agak telat disadari, dan untuk bersahabat dengannya memang butuh waktu dan energi besaaar banget. Seorang teman hanya bilang, "..adalah kelebihan kita memiliki energi lebih besar dibandingkan dengan yang dimiliki mereka sebelum kita, generasi di atas kita, untuk memaafkan mereka." Yup, itu bener.

Ada kemarahan besar yang terpendam begitu lama. Tapi sekarang, setelah aku menyadarinya, aku bersyukur karena tanpa luka itu aku tidak akan menjadi aku yang sekarang. Aku yang begitu aku syukuri. Tanpa luka itu, mungkin aku tidak semudah dan sesenang ini berteman dengan orang. Tanpa luka itu, mungkin aku sekrang tidak se'passionate' ini dalam mengerjakan apa yang aku suka karena bagaimanapun juga, ini adalah bentuk perayaan atas perjuanganku untuk bisa melakukan apa yang aku suka. Banyak lah yang ternyata bisa aku syukuri dari luka itu :p

...

Luka hati memang tidak terlihat, kadang malah tidak tersadari, atau bisa jadi kita deny diri sendiri bahwa kita itu sedang terluka. Kadang juga luka itu kita simpan di kotak dan dikunci rapat-rapat, tanpa diselesaikan.

Kalau mungkin kita memutuskan untuk mendeny luka hati kita, tampaknya kita perlu berhitung dulu energi yang kita butuhkan selama hidup kita untuk mendeny itu. Energi kita untuk 'deny' itu gede loh (haha, pengalaman?!). Dan energi itu tidak bisa menggantikan energi kita untuk menyembuhkan. Jadi nanti malah dua kali buang energi, karena mau ngga mau, kalo kita masih pengen hidup bahagia, kita memang harus 'deal' dengan luka kita. So, dua kali buang energi.

Kalau kita sakit, yang paling penting adalah mengetahui dulu, kok bisa sakit? Penyebabnya kita harus kenali, baru bisa tuntas penyembuhannya. Kalau sakit hati? Buat aku, yang paling penting dan mungkin paling susah adalah ngga nyalahin siapa yang menyakiti. Nah loh. Kalau kita tetep aja nyalahin siapa yang bikin kita sakit, sulit buat kita untuk menyembuhkan, Sakitnya kan udah nempel di kita, jadi ya udah jadi tanggung jawab kita untuk menyembuhkannya. Kalau masih nyalahin, sepertinya kita sulit untuk membuat diri kita sendiri bahagia. Masa kalau kita mau bahagia harus bergantung sama orang lain (yang nykitin)?

Kembali lagi, ngga gampang memang menarik penyalahan, penuduhan kita. Memang, memaafkan tidak sama dengan melupakan. Tapi mungkin memang ngga usah dilupain, dimaafin aja. Tapi biarlah kita mengingat hal itu menjadi pelajaran untuk tidak mengulang kesalahan yang sama, bukan untuk diungkit-ungkit. Bedanya? Yang satu energinya positif, yang satu kerasa energinya negatif. Sama dengan ketika kita bisa membedakan orang tersenyum dan marah.

Aku percaya, luka itu memiliki kebijakannya sendiri, sama seperti waktu. Tinggal bagaimana kita menyetel mind set kita untuk belajar dari luka ditemani waktu. Bagaimana kita berproses dengan luka itu menjadi orang yang 'kuat' karena luka. Untuk aku sendiri, butuh waktu yang sangaaat lama untuk menyembuhkan. Ah, ngga masalah. Yang penting sekarang aku udah haha hihi nulis ini, hehe.

Aku juga sangat percaya, selama kita punya niat baik sama orang, tulus dan yakin apa yang kita berikan untuk kita sendiri dan orang lain itu positif, jangan pernah sesali luka yang terjadi. Bisa jadi karena yang 'tidak sengaja' kita buat itu membuat orang yang kita lukai -juga kita sendiri- belajar dan menjadi orang yang lebih kuat. Setiap titik luka itu mendewasakan. Mungkin itu juga yang membedakan mana orang yang berjalan di track menuju kebijakan, mana yang tidak menyadari mundur tracknya kembali 'kekanak-kanakan'. Buktikan kalau kita memilih jalan yang pertama.

Dan ketika kita menyadari bahwa kita bisa bersahabat dengan luka, di sanalah kita berpesta karena kita telah naik satu tangga dalam membuat kita menjadi lebih 'utuh'. Ya, energi untuk bersahabat dan berdamai dengan luka itu memang besar. Tapi aku sangat percaya, Tuhan selalu menyediakan energi buat kita untuk berdamai dengan luka itu. Tinggal gimana kita mengumpulkan keping energi itu satu per satu. Bagaimana kita bisa jeli melihat serpihan keping energi yang kadang tidak terlihat. Aku belajar untuk berdamai dengan apapun yang datang dan pergi. Sering kali aku merasa kurang sabar, tapi kalau ingat waktu itu punya kebijakan semesta, aku tahu 'semua akan baik-baik saja'.

Sebenarnya kita terlahir untuk menyadari semua luka yang ada pada diri kita. Yang membuat kita kadang tidak merasakan luka adalah kita sering mengabaikan suara hati. Kita jarang meluangkan waktu kita untuk 'berbincang' dengan diri kita sendiri. Menanyakan kabar kita sendiri. Mengabaikan apa yang kita rasakan.

Just don't ever deny ourselves. Don't deny our feelings.

Terus, apa yang bikin film "Conversations with God" ini nyambung sama 'curhatan' ini? Hmm.. Aku hanya melihat Neale, sang tokoh utama, tidak akan bisa bangkit tanpa percakapan panjang dengan Tuhan. Dan untuk aku bercakap-cakap dengan Tuhan sama dengan bercakap-cakap dengan diri kita sendiri. Mengajak hati, pikiran, emosi kita duduk bersama. Ngobrol. Ini sama sekali ngga mudah buatku. Membutuhkan waktu, energi, dan kesabaran untuk melaluinya. Membuat aku mengamini sebuah pepatah yang bilang "Perang terbesar adalah melawan diri sendiri". Mungkin inilah 'perang' itu. Tinggal bagaimana caranya, supaya emosi yang ngga menang di peperangan itu. Dan tanpa percakapan dengan diri kita, sering kali sulit mengurai, mana yang sebab mana yang akibat. Mana yang memang sakit hati, mana yang emosi berkepanjangan.

Yah, semacam itulah.

Ngga ada orang waras yang melukai diri sendiri. Dan selalu belajar dari luka, karena luka adalah pelajaran berharga. Seperti tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya, tidak ada luka hati yang tidak terobati. Hanya mungkin perlu nabung-nabung energi dan kesabaran untuk mengobatinya :) Mungkin dengan sebuah senyum dan kelapangan hati, justru kita malah yang harus berterima kasih dengan orang yang menyakiti kita, karena mungkin tanpa kesalahan mereka, kita ngga akan sekuat ini. Ngga akan sesukses ini. Ngga akan mendapatkan pelajaran yang membuat kita menjadi dewasa. Jadi ketika kita mensyukuri luka ketika itu pula suatu kemenangan besar diraih.

...

Mudah-mudahan aku selalu sadar untuk nabung energi dan selalu berusaha untuk melapangkan hati untuk mengobati semua luka yang pernah atau akan ada. Juga untuk terus belajar dari luka-luka tersebut, supaya mereka tidak sia-sia menyambangi aku, hehe..

Dan untuk mereka yang tidak sengaja tersakiti, semoga mereka memaafkan kekhilafan kita, dan menjadi seseorang yang lebih 'utuh' dengan lukanya.

Semoga.

Di sini aku juga bisa menyampaikan, terima kasih untuk semua orang yang memberi aku pelajaran dengan luka. Tanpa kalian aku ngga akan jadi seperti ini :)

Tweet This

1 komentar:

cassia vera mengatakan...

maaf, anda memposting tulisan blog saya tanpa mencantumkan link atau asal blognya. tolong dicantumkan, ya..

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Hanya seorang wanita yang berharap bisa menjadi perhiasan dunia, menjadi wanita sholehah yang lebih baik dari bidadari surga, hingga membuat mereka cemburu karenanya. --"Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholehah" (HR Muslim)-- Seorang wanita yang ingin selalu bersyukur akan apa yang Allah berikan. --"maka Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?"-- Seorang wanita yang merindukan pangeran, yang kelak akan membimbing di jalan-Nya dan menemaninya untuk menyempurnakan separuh agamanya, yang saat ini hanya bisa mencintainya dalam diam. --"Ya Allah, Engkau yang menumbuhkan rasa ini, sekarang kami titipkan rasa ini hingga engkau memberikan jawab atas kami..." dikutip dari posting di blog muslimah07.wordpress.com --

Arsip Blog

Pengikut